Dark Room And Candle

12985584_993849597363811_6384799248687803876_nPada suatu malam aku terbangun di suatu tempat yang gelap. Entahlah,ruangan ini hanya diterangi oleh sebuah lilin yang tepat terletak didepanku. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari kejauhan,semakin mendekat kepadaku.

Semakin dekat semakin keras suara langkah kaki itu. Segera kuambil lilin didepanku dan kuarahkan pada sumber suara tersebut. Samar-samar aku mulai melihat sesuatu seperti manusia, tinggi namun kurus. tangan ku mulai bergetar, lilin yang ku pegang semakin redup.

Rasa takut ini mulai menguasai diriku, rasanya aku ingin lari. Tapi lagi-lagi rasa penasaran mengalahkan ketakutanku, aku mulai mendekatinya. Perlahan, sangat perlahan, sampai jarakku dengan mahluk itu hanya berjarak 1 meter.
Tepat di hadapanku, mahluk itu hanya tertunduk diam dengan suara nafas yang berat.

Kedekatan lilin yang ada dalam genggaman seraya melangkah maju untuk melihat sosoknya. Seketika itu, api lilin mulai bergerak statis. Pergerakan yang belum pernah kulihat sebelumnya, lagipula aku tak merasakan adanya angin berhembus dalam ruangan ini.

Celaka, jangan sampai lilin ini mati!. Pikirku.
Aku berusaha melindungi cahaya lilin yang masih bergerak tanpa menyadari bahwa mahluk itu mulai menegakkan wajahnya.
Ada hal yang tidak ku mengerti tentang apa dan bagaimana aku menyebut makhluk ini’ , kegelapan seperti menyembunyikanya, namun ada kalanya aku bisa melihat sekilas bentuknya dalam keremangan. melihatnya mengingatkanku pada tubuh tua renta, berdiri dengan postur kaki bengkok, rambutnya panjang bergelombang, warnanya kelabu berselimut kehitaman, kegelapan benar-benar menyembunyikan wujudnya, namun dari apa yang mampu aku gambarkan dengan jelas adalah sesuatu yang menyembul di tulang belakangnya sesuatu yang mengikuti gerakanya ketika berjalan tergedek-gedek, sesuatu yang lebih terlihat seperti kepala! Apa itu benar-benar kepala. Makhluk dengan 2 kepala, aku masih berdiri dengan lilin tergenggam di antara sela jemariku.

Api dari lilin yang bergetar bagai menyiratkan darah dalam tubuh yang berdesir semakin cepat. Saat cahaya terdiam, seketika darahku juga terasa bagai berhenti mengalir. Begitu pula jantungku. Ingin rasanya aku menutup mata, memadamkan lilin, dan berdoa bahwa ini hanyalah mimpi. Tunggu. Mungkin saja ini memang hanya mimpi? Haruskah kucoba? Apakah dalam kegelapan, semuanya akan menjadi lebih baik? Akankah ketika aku membuka mataku kembali, aku akan menemukan diriku di bawah selimut yang hangat, memandang nanar langit-langit kamar, merasa lega dan mencari segelas air untuk menyiram tandusnya tenggorokan akibat mimpi buruk? Namun aku takut. Aku takut jika cahaya lilin inilah satu-satunya alasan mahluk itu masih menjaga jarak denganku hingga detik ini. Aku takut jika ini semua bukan mimpi dan… LILIN INI DISIMBOLKAN SEBAGAI NYAWAKU! Jika lilin ini padam, tamat sudah riwayatku.

Oh Tuhan, sekarang aku bahkan berteriak dalam pikiranku sendiri. Tubuhku kaku. Menelan ludah saja rasanya sangat sulit. Tapi mau tak mau mata ini tetap saja membuka. Memandang sosok yang kian lama kian jelas. Dengan nyala api yang bergerak-gerak tanpa sebab, menyorot tiap-tiap bagian bagai kepingan puzel yang jika telah terkumpul maka aku akan menang. Atau… mati, tepatnya? Sekarang aku bisa melihat dengan jelas, bagian kakinya. Tunggu. Cahaya lilinku memantulkan sinar jingga dari bagian robek kain yang melilit kaki tersebut. Sinar bias khas logam.

Aku berpikir sejenak. Pikiranku melayang-layang antara memikirkan mahkluk apa itu dan bagaimana-cara-untuk-kabur-dari mahkluk-itu. Aku berpikir kembali. Ah sial aku tak bisa berpikit jernih. Aku kembali fokus dengan mahkluk itu. Samar-samar, aku mulai menyadari bahwa mahluk itu mulai kembali bergerak menuju kearahku. Lilin di tangan ku sudah mulai memendek, kira-kira tersisa 7 – 10 cm.

Tiba-tiba mahkluk itu mendekatiku dan mencabik-cabik diriku. Aku hanya bisa berteriak kesakitan dan memohon pertolongan yang walaupun aku tahu, tak seorangpun yg dapat menolongku. Mahkluk itu mencabik-cabik diriku dan membuat sebuah lubang besar di dadaku. Aku memejamkan mata menahan kesakitan luar biasa akibat mahkluk ini.

Huh? Apa ini? Mahkluk itu berhenti mencabikku. Aku membuka mataku dan butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa tadi hanyalah sebuah mimpi.

Mimpi yang sangat buruk, pikirku. Aku melihat ke arah jam weker. Ah sudah pukul 7 pagi, aku harus bergegas menuju lapangan baseball pukul 7.30 nanti. Aku turun dari ranjang, menuruni tangga, dan menuju ruang makan. Sudah ada Mom yang sedang memasak panekuk raspberry dan Dad yang kelihatannya sedang mengecek nilai tukar dollar di koran, kebiasaan setiap harinya.

“Mom, tadi malam aku bermimpi buruk” kataku kepada Mom.

“Mimpi apa sayang?” ucap Mom sambil memasak tanpa menoleh kearahku sedikitpun.

“Mimpi yang sangat buruk. Aku bermimpi ada sesosok makhluk di sebuah ruangan gelap. Dan aku terjebak bersama mahkluk itu, Mom”

“Apa yang dilakukan mahkluk itu?” sambung Dad.

“Mahkluk itu hanya berdiri. Kemudian mendekatiku dan mencabik-cabik diriku dan meninggalkan sebuah lubang besar di dada ku.”

“Maksudmu lubang nya seperti ini?” ucap Mom dan Dad seraya memperlihatkan sebuah lubang di dada mereka.

Kemudian semua berubah menjadi gelap.

Tinggalkan komentar